sohib ({})

Jumat, 20 Desember 2013

Liburan Bersama Mama? Kenapa Tidak…

Berbicara tentang liburan, ada yang senang berlibur sendiri, dengan pasangan atau dengan teman-teman. Kalau saya, berhubung belum punya pasangan *maaf curcol,hehe*, lebih memilih untuk berlibur bersama Mama.
Berlibur bersama Mama yang berumur di atas 65 tahun, ternyata tidak seberat apa yang dibayangkan. Saya tidak pernah berlibur menggunakan tour rame-rame. semuanya selalu di atur sendiri. Termasuk saat saya mengajak Mama berlibur ke Solo dan Semarang selama 3 hari 2 malam.
Dimulai dari perjalanan dari rumah dan bandara, kami menggunakan damri, naik pesawat kurang dari 1 jam untuk mendarat di Semarang, lalu kami memilih taksi untuk pergi ke pool bus travel Semarang-Solo. Dalam perjalanan, eh ban kanan depan pecah, sekitar 30 menit kami harus menunggu ban diganti. Sesampai di Solo, kami di antar bus tersebut menuju penginapan (dengan dana tambahan).
Setelah check-in di hotel, perjalanan kuliner pun dimulai (karena saya sudah pernah berkunjung ke Solo, maka saat itu perjalanan ditujukan lebih untuk kuliner). Menggunakan taksi untuk sampai pasar klewer kemudian mencoba makan tengkleng, lalu menggunakan becak pergi untuk membeli serabi dan makan nasi liwet. Karena kesepakatan yang tidak jelas dengan penarik becak di awal, si bapak seenaknya saja memberi harga. Jadilah Mama berperan sebagai jagoan yang cuek menawar.  Setelah itu, kami kapok naik becak di Solo, lebih baik naik taksi yang bisa di tawar harganya atau naik angkot. Sesampai hotel sore hari, kami istirahat dan memulai wisata kuliner sekitar jam 7 malam untuk berkeliling di sekitar hotel (di bawah hujan rintik-rintik) yang mana ternyata banyak yang enak. Mulai dari nasi goreng jawa, gudeg Solo dan susu segar serta nasi kucing.
Keesokan pagi, setelah makan pagi di hotel, kami bergegas meninggalkan Solo menuju Semarang menggunakan bis antar kota. Merasakan bagaimana di setiap pemberhentian, ada penjual makanan yang naik ke atas bus dan kami membeli beberapa yang rasanya lumayan. Sesampainya di pinggiran kota Semarang - Srondol, kami turun dan melanjutkan naik angkot setelah sebelumnya makan siang terlebih dahulu. Naik angkot menuju kota Semarang, trayeknya lumayan seru karena melewati area perbukitan dengan udara yang adem dan hembusan angin membuat suasana menyenangkan (apalagi kami duduk dekat pintu).
Perjalanan menuju penginapan di Simpang Lima dilanjutkan menggunakan becak. Penarik becak di Semarang lebih bersahabat sehingga kami tidak mendapat masalah. Sampai di hotel dan berisitirahat sejenak, perjalanan lalu dilanjutkan menggunakan becak menuju pusat oleh-oleh membeli bandeng dan sebagainya. Di malam hari, kami berwisata kuliner di sekitar Simpang Lima yang menyediakan beragam macam makanan Semarang dengan harga terjangkau, seperti pecel, nasi campur, lontong sayur, gorengan, dan sebagainya.  Untuk harga, benar-benar membuat saya berdecak kagum, harga makanan di Semarang ini sangatlah murah.
Di hari terakhir, kami bangun pagi, dengan menggunakan becak, mencari makan pagi - nasi pindang kudus - dan dilanjutkan dengan pergi ke pasar. Jika bepergian dengan Mama, pasar itu merupakan tempat yang wajib dikunjungi.  Kalau saya tidak memasukkan pasar sebagai tempat kunjungan, bisa-bisa Mama saya murung. Setelahnya, dengan menggunakan becak yang sama, saya minta diantar menuju beberapa objek wisata di tengah kota seperti Lawang Sewu dan sekitarnya yang terdapat bangunan bersejarah. Setelah selesai, kembali ke hotel dan bersiap-siap pulang ke Jakarta.
Sebelum pulang, kami makan siang terlebih dahulu di restoran di seberang hotel yang terkenal dengan ayam gorengnya. Menggunakan taksi kami berangkat ke bandara. Pesawat mengalami keterlambatan dikarenakan hujan. Sampai di Jakarta bersamaan dengan jam pulang kantor yang pastinya macet.. Untungnya ada wifi di damri, sehingga bisa mengatasi kebosanan.
Perjalanan di atas dilakukan dan Mama selalu ikut kemana saya pergi. Permasalahan utama saat pergi dengan Mama adalah beliau tidak bisa menggunakan kamera. Walhasil semua foto perjalanan hanya berisi pemandangan dan foto makanan, tanpa ada saya sebagai objek,:)
Mama paling suka makan-makan, kloplah kami. Saat membeli makanan, cukup 1 porsi dan kami berbagi. Maka dari itu kami bisa mencoba berbagai macam makanan, kecuali saat kami sudah lapar teramat sangat,:)
Sebelum pergi, saya menyiapkan segala obat-obatan Mama yang lumayan banyak agar tidak ada yang tertinggal. Baju-baju pun saya seleksi, membawa yang adem dan praktis dalam jumlah yang cukup, dikarenakan hanya saya yang mengangkat barang, jadi saya juga tidak mau repot mengangkat ini itu.

Andai Aku Jadi Guru


Seandainya aku jadi guru, apakah aku bisa menjadi seorang guru yang baik. Seorang guru yang selama ini menjadi idaman murid-muridnya. Seorang guru yang bisa berperan sebagai sahabat,orang tua dan guru kepada muridnya. Seandainya aku menjadi guru aku ingin membuat dunia tersenyum oleh baktiku. Aku ingin mengajar di pedalaman-pedalaman. Aku ingin mengajar di tengah-tengah anak-anak yang susah mendapatkan pendidikan. Aku ingin berada di tengah-tengah mereka. Kepalaku pun mulai berimajinasi, ketika aku telah dewasa dan berada di tengah-tengah mereka. Lalu aku pun belajar bersama mereka. Dan kita akan merasakan segalanya.
Wajah-wajah mereka yang polos dan senyum mereka yang lepas dari semua tekanan yang ada. Lalu mereka mulai menanyakan hal-hal yangsukar padaku. Dan aku mulai membantu. Impianku tidak akan berhenti begitu saja. Seandainya aku ditakdirkan menjadi guru, aku juga punya impian untuk mengajar di sekolah-sekolah anak autis. Impian ini tercipta ketika aku membaca novel karya Torey Hayden. Semangat Torey untuk mengajar anak autis begitu menyala. Dia begitu bersemangat. Ketika kita telah bisa menarik jiwa seorang anak autis ke dunia nyata itu adalah hal yang paling menyenangkan. Walaupun mungkin itu sulit tapi itu sangat menyenangkan. Banyak hal yang bisa kita kerjakan bersama mereka. Begitu banyak impian yang mengisi kepalaku.
Seandainya aku jadi guru, aku juga ingin mengabdi di sekolah khusus anak-anak yang memiliki gangguan mental. Begitu banyak anak-anak di dunia ini yang memiliki gangguan mental. Walaupun anak-anak tersebut memiliki gangguan mental tapi semangat mereka untuk belajar dan berprestasi patut diacungi jempol. Anak-anak tersebut mungkin ingin normal tapi mereka tidak bisa walaupun begitu mereka tidak menyerah. Mereka akan terus semangat. Dalam benakku pun, aku mulai membayangkan aku berdiri di tengah-tengah mereka. Lalu kita menyanyi bersama-sama. Kita bersenang-senang bersama. Lalu kita belajar bersama-sama. Dan akan banyak hal yang aku lalui bersama mereka. Anak-anak itu melakukan tingkah-tingkah yang mungkin akan membuatku tertawa geli oleh sikap mereka atau marah karena kenakalan mereka.
Itulah impianku sementara ini. Impian seorang anak kelas 3 SMA. Jika aku ditakdirkan untuk menjadi guru. Dan impian tersebut tidak akan pernah berhenti. Impian itu akan terus ada dan akan terus bertambah.
Mungkin saja suatu saat jika memang di takdirkan aku juga ingin mendirikan sebuah sekolah. Sekolah luar biasa. Dan aku mengajar dan belajar bersama mereka. Di belahan dunia ini banyak anak-anak yang memiliki gangguan mental. Mereka malu dan mungkin mereka lebih nyaman jika mereka berada di kalangannya. Tapi banyak pula dari kalangan mereka yang memiliki prestasi yang menakjubkan. Saya sendiri pun masih belum tahu banyak mengenai perhatian pemerintah Indeonesia terhadap warga negaranya yang memiliki gangguan mental. Bagiku mereka adalah orang normal walaupun mereka memiliki kekurangan. Aku juga yakin bahwa semua orang memiliki kekurangan dan memiliki kelebihan begitu juga dengan mereka.
Andai aku jadi guru, aku ingin membuat anak-anak didikku yakin bahwa dunia akan selalu tersenyum kepada mereka dan akan selalu menerima kekurangan mereka. Andai aku jadi guru aku juga ingin agar muridku memilki kemampuan IPTEK dan IMTAK. Aku juga ingin agar murid didikku tidak akan pernah puas dengan prestasi yang telah ia ukir. Aku juga ingin agar muridku selalu rendah hati. Aku juga ingin membentuk kepribadian Islam kepada muridku kelak. Aku juga ingin agar muridku kelak, jika ia telah dewasa ia bisa membangun sebuah negara yang berlandaskan Islam.
Jika aku memang ditakdirkan menjadi guru, aku ingin semua impian yang aku tulis ini menjadi sebuah kenyataan. Aku tidak ingin bila impianku ini tidak terwujud. Aku akan berusaha mewujudkannya kelak. Jika aku ditakdirkan menjadi guru. Aku akan terus berusaha dan berdoa agar impianku menjadi kenyataan. Ya suatu saat impianku akan terwujud bila aku memang ditakdirkan untuk menjadi guru.